Duh! Harga Batu Bara Jatuh Lagi, Jauhi Level US$ 60/ton
Market - Tirta Citradi, CNBC Indonesia 10 June 2020 10:55
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang ramai diperdagangkan ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Meskipun ekonomi global mulai dipacu lagi, harga batu bara masih susah tembus US$ 60/ton.
Kemarin (9/6/2020) harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melemah 2,61% ke US$ 54/ton. Secara month to date harga batu bara mengalami koreksi sebesar 4,08%.
Meski relaksasi lockdown di tempuh dan era new normal terus disongsong, harga batu bara belum bisa dikatakan pulih. Ekonomi China yang terus melaju dan ekonomi Zona Euro yang secara gradual terus dibuka memang sempat membawa harga batu bara melesat. Namun masih belum tembus level sebelum pandemi.
Salah satu indikator kembali dibukanya perekonomian adalah tingkat polusi udara yang sudah naik lagi kembali ke level sebelum masa pandemi.
Mengutip data Center for Research on Energy and Clean Air, tingkat cemaran udara di China mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari kenaikan tingkat polutan seperti NO2, O3, SO2, dan PM 2,5.
Meningkatnya aktivitas ekonomi di China juga diindikasikan dengan peningkatan batu bara yang dibakar di enam pembangkit terbesar di China. Peningkatan konsumsi batu bara China membuat stok batu bara Negeri Tirai Bambu menipis.
Berdasarkan data Refinitiv Coal Flow, total stok di pelabuhan utama Bohai seperti Caofeidian, Qinhuangdao dan Jingtang di China bagian utara mencapai 12.3 juta ton per 29 Mei 2020 dibandingkan 17.5 juta ton periode yang sama bulan lalu.
Namun dengan realitas ini harga batu bara masih susah reli dan tembus level US$ 60/ton. Ketegangan hubungan antara Australia dengan China menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara.
Negeri Kanguru mencoba memperbaiki hubungannya dengan Negeri Panda. Namun seruan itu harus dibalas dengan kekecewaan. Padahal, ajakan untuk mengadakan diskusi untuk menemukan solusi bagi perselisihan mereka telah dikirimkan ke China sejak berminggu-minggu lalu, kata Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham.
"Sayangnya, permintaan kami untuk diskusi sejauh ini telah dipenuhi secara negatif," kata Birmingham kepada radio Australian Broadcasting Corp (ABC), Senin (8/6/2020). "Itu mengecewakan."
China geram dengan Australia karena Negeri Kanguru itu mendukung langkah investigasi terkait asal muasal virus corona yang jadi biang kerok pandemi global saat ini. Beijing akhirnya mengambil langkah untuk menerapkan bea masuk terhadap impor barley asal Australia.
Selain ancaman dan tarif, pada Jumat lalu China juga telah mengimbau warganya untuk tidak bepergian ke Australia. Alasannya adalah karena ada diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang China sehubungan dengan pandemi virus corona di negara itu. Namun, hal ini telah dibantah Australia.
Ketegangan antara kedua belah pihak memunculkan ketidakpastian. Apalagi ekspor Australia ke China pangsanya mencapai 30% termasuk di dalamnya ada batu bara. Ini menjadi salah satu faktor yang memberatkan harga batu bara.
Faktor lain yang juga turut serta menghambat penguatan harga adalah kemungkinan pembatasan impor China, ketersediaan dan keterjangkauan sumber energi primer substitusi hingga kebijakan negara-negara konsumen untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.